DPRD Nganjuk Temui Irtama DPR Soal Mekanisme LKPJ AMJ
Irtama Setjen dan Badan Keahlian DPR RI Setyanta Nugraha. Foto: Odjie/od
Inspektur Utama Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Setyanta Nugraha meminta Tim Pansus Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban Akhir Masa Jabatan (LKPJ AMJ) DPRD Kabupaten Nganjuk untuk memahami jenis-jenis temuan BPK yang harus segera ditindaklanjuti, hal itu melingkupi kelemahan sistem pengendalian internal dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.
“Ada temuan-temuan BPK yang sifatnya itu biasanya ada 2, yaitu kelemahan sistem pengendalian intern dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Kedua temuan itu berpotensi adanya kerugian negara, di situlah biasanya yang oleh DPR wajib ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan perbaikan pembuatan sistem yang bisa mengeliminir atau mencegah terjadinya potensi untuk penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan. Kalau misalnya sudah terjadi dalam bentuk kerugian negara, maka segera harus disetorkan ke kas negara,” papar Setyanta Nugraha usai menerima Tim Pansus LKPJ AMJ DPRD Kabupaten Nganjuk, di ruang rapat Irtama, Gedung Sekjen DPR RI, Jakarta, Senin (22/1/18).
Dalam Kesempatan tersebut, Toto biasa ia disapa, mengungkapkan parameter keberhasilan pembangunan daerah yang biasanya diukur dari pertumbuhan ekonomi. Dimana pertumbuhan ekonomi itu bisa dilihat dari aspek indeks pembangunan manusia.
“Bisa dilihat dari parameter misalkan, apakah aksesibilitas pendidikan sudah menjamur seluruh anak di daerah yang wajib belajar. Kedua akses kepada kesehatan, apakah akses kesehatan juga sudah mejangkau seluruh warga. Kemudian infrastruktur, apakah infrastruktur sudah menjangkau atau membuka isolasi terutama daerah-daerah terpencil. Kemudian pendidikan dan kesehatan serta pengangguran. Apakah penggangguran itu bertambah ataukah berkurang. Ini parameter-parameter ekonomi yang bisa dilihat di daerah, itu biasanya ada pada publikasi dari BPS dan bisa menjadi alat ukur bagi DPRD untuk melaksanakan pengawasan di Pemda,” usulnya.
Selain hal tersebut, sambungnya, gini ratio di daerah pun turut menjadi tolak ukur adanya pemerataan pertumbuhan ekonomi di daerah. Gini ratio sendiri merupakan suatu perhitungan terhadap mekanisme pendapatan daerah, agar dapat dirasakan oleh seluruh warga daerahnya.
Artinya, secara tidak langsung untuk mengukur pemerataan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut dengan membandingkan antara pendapatan domestik bruto dibagi dengan jumlah penduduk, sehingga diketahui berapa pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.
“Ternyata pertumbuhan ekonomi sekian persen, tetapi faktanya masih banyak yang miskin dan yang nganggur. Oleh karena itu memang ini salah satu kelemahan dari perhitungan ekonomi. Karena faktanya misalkan data ada 100% kue, ternyata dari 100% kue itu, 80% hanya dinikmati oleh 20% penduduk, sementara yang 20% kuenya itu dinikmati itu oleh 80% penduduk. Nah 80% penduduk itu bisa digolongkan pendapatannya rendah atau miskin,” tutupnya. (ndy/sc)